Minggu lalu dosen saya menampilkan sebuah film mengenai kekerasan dalam pacaran. Film tersebut diangkat dari kisah nyata seorang mahasiswi, sebut saja namanya Melati. Melati adalah seorang mahasiswi yang kesepian di rumah, untuk mengusir hal tersebut ia menyibukkan dirinya dengan les dan bekerja setelah pulang kuliah. Hingga suatu hari ia memiliki pacar yang bernama Jaka. Ia mengenal Jaka dari seorang sahabatnya, Jaka sendiri tidak lain adalah kakak dari sahabatnya tersebut.
Awalnya hubungan mereka baik-baik saja, namun apabila Jaka emosi maka ia akan melakukan tindak kekerasan terhadap melati. Sepertinya Jaka mengalami kelainan psikis, jaka merasa tidak sadar bahwa perbuatannya telah menganiaya melati, penganiayaan tersebut dilakukan jaka karena dia mencontoh tindakan kedua orangtuanya. Setiap orang tuanya bertengkar, ayah Jaka akan mengucapkan makian bahkan tidak segan-segan memukul ibunya Jaka. Jaka yang menyaksikan peristiwa itu secara tidak langsung telah mengadaptasi dan mengaplikasikannya dalam hubungan pacarannya terhadap melati.
Jaka orang yang tidak modal selalu meminta Melati membelikan barang apa saja yang dia mau dengan ancaman, ini merupakan sebuah pemerasan dalam ekonomi. Jaka over protektif, dia selalu cemburu dengan siapa saja teman laki-lakinya Melati. Hingga akhirnya suatu hari melati merasa sungguh sangat tertekan dan berusaha mengakhiri hubungan mereka. Walau pada akhirnya Jaka tetap tahu segala aktivitas yang dilakukan oleh Melati setelah mereka putus.
Nah, sekarang kaitan kasus ini dengan pancasila adalah
A. Dihubungkan dengan sila pertama yaitu Ketuhanan Yang maha Esa, maka dalam kasus ini telah bertentangan dengan sila pertama karena si Jaka seharusnya tidak melakukan penganiayan dan tindak kezaliman lainnya terhadap melati yang merusak hubungannya dengan orang lain dan mendapat dosa.
B. Dihubungkan dengan sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab, maka kasus ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sila kedua seperti sikap tenggang rasa, saling mencintai sesama manusia, saling menghormat, dan tidak semena-mena terhadap orang lain.
C. Dihubungkan dengan sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kasus KDP ini juga bertentangkan dengan sila kelima yang mengajarkan untuk mengembangkan sikap adil terhadap sesama, menghormati hak orang lain,dan tidak menggunakan hak milik untuk usaha yang bersifat pemerasan terhadaporang lain.
Semoga kasus ini tidak terjadi terhadap kita maupun orang-orang disekitar kita, oleh karena itu solusi yang bisa dilakukan adalah senantiasa percaya pada diri sendiri, berani untuk berkata tidak, terbuka terhadap keluarga atau sahabat, bila sudah terjadi penganiayaan bisa mengadu kepada LSM.
Sebenarnya apa sih yang dimaksud kekerasan dalam pacaran?
Perilaku atau tindakan seseorang dapat digolongkan sebagai tindak kekerasan dalam percintaan/ pacaran apabila salah satu pihak merasa terpaksa, tersinggung dan disakiti dengan apa yang telah dilakukan oleh pasangannya baik dalam hubungan suami istri atau pada hubungan pacaran.
Kadang hal ini banyak juga yang menyangkal, apa ada kekerasan dalam pacaran? Apapun yang dilakukan orang dalam pacaran itu khan atas dasar suka sama suka, awalnya saja dari ketertarikan, nggak luculah kalo sampai muncul kekerasan . Tapi jangan salah, kasus kekerasan dalam pacaran memang ada dan ini juga bukan lelucon. Memang benar kasus – kasus kekerasan dalam pacaran ini kurang terexpose, so nggak heran kalo masih banyak yang nggak percaya.Nah biar nggak penasaran kita simak saja seperti apa sebenarnya makhluk yang bernama kekerasana dalam pacaran ini.
Suatu tindakan dikatakan kekerasan apabila tindakan tersebut sampai melukai seseorang baik secara fisik maupun psikologis, bila yang melukai adalah pacar kamu maka ini bisa digolongkan tindak kekerasan dalam pacaran. Tindakan melukai secara fisik misalnya dengan memukul, bersikap kasar, perkosaan dan lain – lain, sedangkan melukai secara psikologis misalnya bila pacarmu suka menghina kamu, selalu menilai kelebihan orang lain tanpa melihat kelebihan kamu, , cemburu yang berlebihan dan lain sebagainya. Namun bentuk kekerasan yang paling sering terjadi adalah kekerasan seksual bisa berupa pelecehan seksual secara verbal maupun fisik, memaksa melakukan hubungan seks, dlsb.
Menghadapi kekerasan dalam pacaran seringkali lebih sulit bagi kita, karena anggapan bahwa orang pacaran pasti didasari perasaan cinta, simpati, sayang dan perasaan perasaan lain yang positif.
Faktor pemicu kekerasan dalam pacaran
Pengaruh keluarga sangat besar dalam membentuk kepribadian seseorang. Masalah – masalah emosional yang kurang diperhatikan oleh orang tua dapat memicu timbulnya permasalahan bagi individu yang bersangkutan di masa yang akan datang. Misalkan saja sikap kejam dari orang tua, berbagai macam penolakan dari orang tua terhadap keberadaan anak, dan juga sikap disiplin yang diajarkan secara berlebihan. Hal – hal semacam ini akan berpengaruh pada model peran ( role model ) yang dianut oleh anak tersebut pada masa dewasanya. Bila model peran yang dipelajari sejak kanak – kanak tidak sesuai dengan model yang normal atau model standart, maka perilaku semacam kekerasan dalam pacaran inipun akan muncul. Banyak sekali bukti yang menunjukkan hubungan antara perilaku orangtua dengan kepribadian anak di kemudian hari. Rata rata pelaku kekerasan dalam rumah tangga pada masa kecilnya sering mendapat atau melihat perlakukan yang kasar dari orangtuanya, baik pada dirinya, saudaranya, atau pada ibunya. Walaupun secara logika dia membenci perilaku ayahnya, akan tetapi secara tidak sadar perilaku itu terinternalisasi dan muncul pada saat dia menghadapi konflik.Hal lain yang perlu diperhatikan adalah penerapan disiplin yang berbeda antara ayah dan ibu. Perbedaan yang terlalu mencolok, misal ayah terlalu keras, sementara ibu terlalu lemah, akan mempengaruhi nilai – nilai yang dianut, kontrol diri dan perilaku yang akan ditampilkannya secara konsisten sepanjang hidupnya Lingkungan sekolah oleh masyarakat , sekolah dipandang sebagai tempat anak belajar bersosialisasi, dan memperoleh pendidikan dan ketrampilan untuk dapat hidup dengan baik di masyarakat. Sayangnya yang kurang disadari adalah kenyataan bahwa di sekolah pulalah individu bersosialisasi dengan anak – anak lain yang berasal dari latar belakang yang beraneka. Bila seseorang ini, tidak mampu menyesuaikan diri , maka akan muncul konflik dalam diri. Bila ia tidak mampu melakukan kontrol diri maka akan cenderung memicu perilaku agresif diantaranya berbentuk kekerasan dalam pacaran (KDP).